Kamis, 30 Mei 2013

Resensi Sinopsisi Siti Nurbaya Karya Marah Rusli Lengkap

Judul                      : Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)

Nama Pengarang      : Marah Rusli

Penerbit                   : Balai Pustaka

Tahun Terbit            :1990

Cetakan                  : Ke-20

Tebal Buku              : 271 halaman

Kota Terbit             : Jakarta

Karakteristik           : Fiksi

Harga Buku             : Rp 45.000;

Ukuran                   : 15 x 21 cm

Pelaku                    :Siti Nurbaya, Samsulbahri, Datuk

Maringgih, Baginda Sulaiman,  dan  Sultan Mahmud.

                Kira-kira pukul 1 siang, kelihatan 2 anak remaja sedang berteduh dibawah pohon yang rindang, di depan sekolah belanda pasar Ambacang di Padang. Seorang dari remaja itu adalah laki-laki yang bernama Samsul Bahri dan seorang lagi adalah perempuan yang bernama Siti Nurbaya. Mereka berdua sedang menunggu bendi yang biasa menjemput mereka sepulang sekolah. Setelah kira-kira pukul 2 siang akhirnya datang dengan dikendarai oleh kusir yang biasa mereka panggil Pak Ali. Diperjalanan pulang samsul dan siti berbincang-bincang mengenai pelajaran serta rencana Samsul, Arifin dan  Bahtiar yang akan jalan-jalan ke gunung pada hari Minggu. Sedang asyik Mereka berbincang-bincang hingga tak terasa Mereka telah sampai di depan rumah Samsul di serambi muka rumahnya Samsul terlihat Ayah Samsul (Sutan Mahmud Syah) sedang menjamu tamu yang tidak lain adalah sahabat dari Sutan Mahmud Syah yang bernama Datuk Maringgih, seorang saudagar Padang yang termasyar kayanya sampai ke negeri-negeri lain. Akan tetapi Datuk Maringgih seorang yang amat sangat kikir.

                Keesokan harinya, pukul 5 pagi. Samsul Bahri terperanjat dari tidurnya karena mendengar lonceng rumahnya. Akan tetapi Ia gelisah, karena kirannya telah digoda oleh bayangan Ia yang akan hendak pergi bersenang-senang ke gunung bersama temannya hari ini. Akhirnya karena tak dapat menahan hati, Samsul pun bangun kemudian Ia membuka pintu dengan perlahan-lahan takut Ayahnya terbangun. Tatkala sampailah Ia keluar,kelihatan olehnya cuaca amat terang. Samsul pun pergi ke bilik kasur tuanya Pak Ali, dan membangunkannya. Pak Ali pergi ke kandang kuda mencampikan bendi yang akan dipakai oleh Samsul untuk jalan-jalan ke Gunung. Kira-kira pukul 6 seperempatSamsul Bahri dan Siti Nurbaya pergi dengan bendi yang dikemudikan Pak Ali menjemput Arifin dan Bakhtiar. Sedang asyik berbincang-bincang Samsul dan Siti terkejut karena bendi yang ditumpanginya terhenti. Ternyata bendi terhenti karena Mereka telah sampai di depan rumah Arifin dan Bakhtiar. Selama perjalanan mereka berempat bercakap-cakap tentang Samsul, Arifin dan Bakhtiaryang akan melanjutkan sekolahnya ke Jakarta 3 bulan yang akan datang. Tak terasa sampailah mereka di pinggir sungai Arau dan kemudian hendak menyebrang dengan sampan. Setelah sampai di sebrang mereka mampir ke toko dan membeli tebu, kemudian mereka mulai mendaki gunung padang yang tingginya 322 M. Sesampainya mereka ke puncak gunung mereka bercanda ria sambil memakan bekal yang mereka bawa masing-masing. Setelah pukul 12 tiba turunlah mereka dari gunung , sesampainya mereka di kaki gunungdan menyebrang, ternyata Pak Ali sudah menunggu mereka. Naiklah mereka ke atas bendi dan pulanglah mereka ke rumah masing-masing. 

                Akhirnya tibalah waktu Samsul,Arifin dan Bakhtiar untuk pergi ke Jakarta untuk menunutut ilmu. Dimalam kepergian, mereka mengadakan pesta di rumah Samsul untuk mengatakan selamat tinggalkepada sanak saudara dan para sahabat. Di pesta itu Nurbaya, Samsul, Arifin dan Bakhtiar bercanda ria kepada para sahabat yang datang. Setelah pukul 9 para tamu pulang dan pestapun berakhir. Setelah Arifin dan Bakhtiar pulang, Samsul mengantar Nurbaya pulang. Di perjalanan Samsul dan Nur bercakap-cakap, setelan Mereka sampai di depan rumah Nur , Samsul mengajak Nur berbincang-bincang di bawah pohon. Samsul mengatakan perasaan cinta yang selama ini Ia pendamkepada Nur dan Nur pun menerima cinta Samsul, mereka berduapun mengucapkan janji untuk sehidup semati. Tak terasa lonceng berbunyi pertanda bahwa jam menunjukkan telah pukul 1 malam. Kemudian Nur masuk ke dalam rumah dan Samsul pulang. Keesokan hari sanak saudara Samsul berkumpul di pelabuhan mengantar kepergian Samsul termasuk Nurbaya pun ada diantara mereka. Sampai pada akhirnya peluit ketiga kapal berbunyi tanda bahwa kapal akan segera berlayar. Tak lama kemudian kapalpun berlayar, Samsul yang berada di atas kapal melambaikan sapu tangannya yang berwarna biru kepada Nur, Nur pun membalas lambaian tangan Samsul dengan melambaikan sapu tangan merah jambunya. Tak lama kemudian kapalpun menjauh dan menghilang dari pandangan Nur. Kemudian Nur dan sanak saudara pulang sambil bercucuran air mata.

                Malamnya Datuk Maringgih terlihat sedang duduk di depan rumahnya. Tak lama kemudian datanglah pendekar Lima salah satu anak buahnya. Datuk maringgih hendak menyuruh Pendekar Lima untuk menghancurkan usaha Baginda Sulaiman karena Ia tidak suka kalau ada orang lain yang usahanya maju selain Dia. Keesokan malamnya Pendekar Lima dan beberapa anak buahnya hendak membakar toko-toko Baginda Sulaiman. Dan saat itu juga Baginda Sulaiman sedang pergi ke Padang Panjang mengurus dagangannya di beberapa langganannya yang rupanya tidak mau mengambil barang-barang lagi kepada Baginda Sulaiman karena mereka sudah terkena hasutan dari Datuk Maringgih. Akhirnya semua toko Baginda Sulaiman habis terbakar dan satu orang penjaga toko pun ikut terbakar. Di dekat tempat kejadian masyarakat menemukan beberapa drigen minyak tanah yang sudah dibuang oleh seseorang. Nurbaya mendengar berita itu dan menangislah Dia. Beberapa hari kemudian, Baginda Sulaiman meminjam uang kepada Datuk Maringgih sebesar 10.000. dan akan dikembalikan dalam jangka waktu 5 bulan. Uang itudipakai Baginda Sulaiman untuk memulai usahanya kembali. Akan tetapi selama tiga bulan itu usahanya selalu rugi sehingga habislah uang itu. Saat itulah Baginda Sulaiman baru tahu bagaimana hati Datuk Maringgih kepadanya. Datanglah Datuk Maringgih menagih hutang, akan tetapi Baginda Sulaiman belum bisa membayarnya. Dan Diapun meminta waktu 1 minggu lagi untuk melunasinya. Dengan susah payah akhirnya disetujuinya dengan syarat apabila Baginda Sulaiman tidak bisa membayar,rumah dan barang-barang akan disitanya dan tetapi apabila Siti Nurbaya diberikan kepadanya Baginda Sulaimanpun boleh membayar kapanpun, jika ada uang. Baginda Sulaiman akan dimasukan ke dalam penjara waktu satu minggu pun telah habis , malamnya Baginda Sulaiman datang menemui Nurbaya untuk meminta jawabannya, akan tetapi Dia tidak menjawab hanya air mata yang keluar dari matanya. Pagipun tiba, seketika itu Datuk Maringgih datang untuk menagih hutang dengan membawa dua orang Belanda keluarlah Baginda Sulaiman dan berkata bahwa Ia tidak bisa membayar hutangnyadan tidak bisa memberikan anaknya kepada Datuk Maringgih. Seketika itu Baginda Sulaiman hendak dibawa oleh dua orang Belanda itu lalu keluarlah Nurbaya dan berkata “ biarlah Aku menjadi istri Datuk Maringgih” . mendengar itu Datuk Maringgih tersenyum dan dilepaskannya Baginda Sulaiman. Dan begitu pulalah surat terakhir yang dikirim Nurbaya untuk Samsul itu.

                Setelah libur puasa tiba Samsul Bahri pulang ke Padang. Sesampainya di rumahnya Ia hanya melamun dan menatap rumah Siti Nurbaya. Saat itu Ayahnya berkat kepadanya bahwa Baginda Sulaiman sedang sakit. Kemudian bergegaslah Ia menuju rumah Baginda Sulaiman dengan membawa buah-buahan. Sesampainya Ia disana terkejutlah Ia karena betapa badan Baginda Sulaiman yang dulu dengan yang ada di hadapannya sekarang. Lalu Ia berbincang-bincang dengan Baginda Sulaiman. Setelah beberapa lama masuklah Siti Nurbaya. Dan bertemulah Siti Nurbaya dengan Samsul lalu Baginda Sulaiman berkata kepada Samsul agar Ia menjaga Nurbaya setelah Ia meninggal nanti. Setelah itu Nurbaya hendak mengantarkan Samsul pulang akan tetapi mereka terhenti dan duduk di kursi dekat pohon di depan rumah Nurbaya. Mereka berbincang-bincang, tiba-tiba muncul Datuk Maringgih memergoki mereka sedang berduaan. Berkelahilah Datuk Maringgih dan Samsul,jatuhlah Datuk Maringgih terkena pukulan Samsul. Tiba-tiba datanglah masyarakat untuk melihat apa yang terjadi, tak lama kemudian Ayah Samsul Sutan Mahmud Syah untuk melerai perkelahian ini, saat itu Baginda Sulaiman keluar dan terjatuh, seketika itu pula Ia meninggaldunia. Menangislah Nurbaya dan Samsul pun diusir oleh Ayahnya. Lalu samsul pergi kembali ke Jakarta. Ibunya menangis lalu jatuh sakit.

                Nurbaya tahu bahwa Samsul pulang ke Jakarta. Diapun berniat untuk menyusulnya. Keesokan harinya Nurbaya dengan didampingi oleh pak Ali pergi ke Jakarta dengan tergesa-gesa takut kalau ada orang yang mengikutinya. Firasat ternyata benar, saat Nurbaya naik kapal satu orang mengikuti mereka. Dia adalah pendekar Lima anak buah Datuk Maringgih. Malamnya di atas kapal saat Siti Nurbaya sedang berjalan-jalan, tiba-tiba kapal oleng karena ombak  sangat tinggi. Saat Nurbaya hendak jatuh ada seorang yang mengangkatnya dan ingin melemparnya ke laut, akan tetapi Nurbaya berteriak lalu Pak Ali pun datang menyelamatkannya. Orang itupun pergi menghilang. Tak lama kemudian Kapitan kapal datang dan menyuruh anak buahnya mencari orang itu. Nurbaya lalu dibawa ke ruang kesehatan kapal. Esok paginya Ia sampai di Jakarta. Ternyata Samsul sudah menunggunya, saat ia menemui Nurbaya tiba-tiba datanglah 1 orang polisi dengan membawa surat kabar yang berisi laporan bahwa Nurbaya dan Pak Ali di tuduh mencuri uang Datuk Maaringgih. Nurbaya dan Pak Ali disuruh pulang ke Padang untuk menyelesaikan masalah tersebut karena Nurbaya sedang sakit maka Ia dibawa ke rumah sakit di Jakarta. Setelah beberapa hari akhirnya Nurbaya sehat kembali. Setelah sampai di rumah RT ( tempat sementara Nurbaya tinggal di Jakarta), lalu Samsul menceritakan apa yang erjadi. Nurbaya sangat sedih, untuk menghibur Nurbaya lalu Samsul menajak Nurbaya berjalan-jalan. Keesokan paginya Nurbaya dan Pak Ali pulang ke Padang untuk menyelesaikan masalah itu. Dan ternyata Nurbaya dan Pak Ali tidak bersalah, akan tetapi Datuk Maringgih tidak mendapat hukuman karena Ia saudagar yang kaya raya di Padang. Paginya Nurbaya sedang berbincang-bincang di teras rumah dengan paman, Bibi, serta sepupunya. Saat itu lewatlah tukang kue dan Nurbaya membeli 4 buah kue lemang. Pamannya masuk ke dalam rumah dihabiskannya semua lemang itu karena Bibi dan Sepupunya itu sedang tidak ingin makan lemang. Bibinya menyuruh untuk merapikan teras. Saat Nurbaya dan Sepupunya berjalan masuk ke dalam rumah tiba-tiba Nurbaya jatuh, lalu diangkatlah Ia ke kamarnya dan Ia meminta Sepupunya untuk memijit kepalanya lama-kelamaan Ia tertidur dan nafasnya pun sudah tidak ada lalu sepupunya menjerit dan Paman dan Bibinya datang, ternyata Nurbaya pun sudah meninggal. Mereka pun menangis. Tukang kue tadi ternyata anak buah Datuk Maringgih, yang hendak membunuh Nurbaya dan mencampurkan racun ke lemang tadi karena mendengar Nurbaya meninggal Ibu Samsul pun meninggal dunia. Mereka berdua dikuburkan di gunung Panjang dekat dengan kuburan ayah Siti Nurbaya.

                Saat mendengar berita kematian 2 wanita yang dicintainya, Samsul merasa sangat sedih dan hendak membunuh diri sebelum Ia mengirim surat permohonan maaf untuk ayahnya. Setelah Ia menghantarkan surat itu ke kantor pos lalu Ia pergi ke taman bunga dan duduk di kursi tak lama kemudian menembakkan pistol ke kepalanya. Arifin yang melihat itu berteriak tapi terlambat. Menangislah Dia mendapati Sahabatnya telah meninggal.

                Sepuluh tahun kemudian, setelah kematian Samsul Bahri. Dua orang tentara Belanda sedang berjalan sambil berbincang-bincang menuju stasiun kereta di Cimahi hendak pergi menuju Rumah Bola merek adalah letnan Yan Vann Sta dan Letnan Mas yang asli orang Bumi Putra. Sesampainya mereka di sana, mereka lalu memesan minuman. Tak lama kemudian datanglah seorang tentara dengan tergesa-gesa membawa informasi dari Kapitan bahwa mereka akan ditugaskan ke Padang untuk melerai kerusuhan atas perkara Belasting. Keesokan paginya 2 Letnan itu dan para Tentara, mereka pergi ke padang dengan kapal.

                Di Padang sebelum kedatangan para Tentara Belanda, pemerintah Padang sedang bermusyawarah tentang masalah uang Belasting. Dalam musyawarah itu Datuk Maringgih berusaha untuk menghasut  masyarakat yang lain agar tidak membayar uang belasting. Datuk Maringgih berhasil menghasut mereka, dan mereka menyatakan akan melawan para Tentara Belanda.

                Keesokan paginya kapal yang ditumpangi Tentara Belanda tiba di Pelabuhan Teluk Bayur, Padang. Masyarakat gempar dan para wanita serta anak-anak pergi mencari perlindungan. Letanan Mas dengan menyewa bendi datang ke gunung Padang melihat makam Nurbaya, Siti Maryam, dan Baginda Sulaiman. Setelah melihat dan menangis di atas makam, pulanglah Letnan Mas. Malamnya orang-orang yang memakai pakaian serba putih sedang berkumpul, bermusyawarah tentang bagaimana menyerang para tentara Belanda. Tatkala kelihatan para tentara Belanda datang, gemparlah mereka mencari senjata. Setalah diminta baik-baik oleh tentara Belanda untuk menyerahkan diri tidak didengar oleh pemberontak, akhirnya perang terjadi. karena kalah para pemberontak melarikan diri para tentara mengejarnya. Saat Letnan Mas mengejar terlihat seorang yaitu Datuk Maringgih. Tetapi saat Datuk Maringgih melihat Letnan Mas dia terkejut, karena Dia sangat mirip dengan Samsul Bahri. Ternyata dugaan Datuk Maringgih benar, Letnan Mas adalah Samsul Bahri. Saat ia bunuh diri dengan menembakan pistolnya ke kepala, ternyata pelurunya hanya meretakkan tengkoraknya tidak sampai menembus kepalanya. Setelah bercerita itu Letnan Mas menembakkan pistolnya ke Datuk begitu pula Datuk menyerang Letnan Mas dengan parangnya. Mereka berdua jatuh karena luka mereka masing-masing. Setelah itu dibawalah Letnan Mas oleh tentaranya ke rumah sakit. Paginya saat terbenam dengan terbata-bata, ia meminta agar Dokter mau mempertemukan ia dengan Sutan Mahmud.

Akhirnya Letnan Mas dipertemukan dengan Sutan Mahmud. Sutan Mahmud sangat terkejut karena Letnan Mas mirip dengan anaknya Samsul Bahri. Ketika Dokter datang bangunlah Letnan Mas dan berbicara mengenai Samsul Bahri  bahwa Samsul Bahri masih hidup, dan menjadi Letnan dan dikenal dengan Letnan Mas. Dengan terbata-bata ia mengakhiri percakapan mereka dengan meminta kalau Letnan Mas meninggal ia ingin dimakamkan di antara makam Nurbaya dan siti Maryam. Tak lama kemudian akhirnya Letnan Mas meninggal dunia. Lalu Sutan Mahmud bertanya kepada Dokter siapakah Tentara Belanda yang bernama Letnan Mas? dokter menjawab bahwa yang baru saja meninggal dunia itu adalah Letnan Mas. Sutan Mahmud menangis dam menyesali perbuatannya. Keesokan harinya Letnan Mas dimakamkan sesuai dengan permintaannya. Dua bulan kemudian Arifin dan Bakhtiar mengunjungi makam sahabatnya itu.

                Pembuatan resensi ini dilakukan untuk menambah wawassan tentang novel yang berjudul Siti Nurbaya : Kasih Tak Sampai. Yang syarat dengan amanat dan bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Amanat tersebut ialah tidak selamanya kita hidup di dunia, maka dari itu jangan memikirkan kesenangan dunia saja tetapi juga pikirkan tentang kesenangan akhirat yang kekal abadi.

                Kelebihan dalam novel ini adalah bahasa yang digunakan dalam novel Siti Nurbaya ini adalah bahasa daerah yaitu bahasa Melayu, meskipun begitu bahasanya mudah dipahami dan dimengerti. Terdapat pula beberapa gambar di dalam novel ini yang menggambarkan suasana-suasana dalam cerita.

Bentuk fisik buku yang sudah sedikit rusak sehingga kurang  menarik simpati para pembaca untuk membaca novel ini.

Marah Rusli yang mempunyai nama lengkap Marah Haalim bin Sutan penulis kelahiran 7 Agustus 1889 ini membuktikan bahwa dirinya mampu menulis sebuah novel meskipun latar belakang pendidikannya terkesan jauh dari pendidikan seorang sastrawan. Berawal dari hobinya menulis dan menghasilkan sebuah novel yang berjudul Siti Nurbaya Ke Dunia Sastiawan. Selain novel Siti Nurbaya dia juga menulis beberapa novel yaitu Anak dan Kemenakannya La Hami, Memang Jodoh, dan Gad______(terjemahan dari novel Charles dickens). Sampai  akhirnya dia meninggal dunia tanggal 17 Januari 1968 dan dimakamkan di Bogor. Selain menulis ia juga mempunyai hobi olahraga, musik, melukis.

                Pengarang memberikan kesan kepada para tokoh seolah-olah mereka hidup dan membuat cerita dalam novel Siti Nurbaya menarik untuk dibaca. Tokoh Siti Nurbaya yang terkesan  pintar, baik, tegar, dan penyabar tetapi sesekali ia juga dapat terlihat lemah dan mudah putus asa setiap kali ia mengingat peristiwa yang menyakitkan dalam hidupnya. Sedangkan Datuk Maringgih yang terkesan baik dan lemah lembut bisa merubah menjadi jahat  dipermainkan oleh Datuk Maringgih.

                Novel Siti Nurbaya ini layak untuk dibaca karena di dalamnya terdapat banyak nilai-nilai moral yang bisa dijadikan tuntunan hidup bagi kita semua. Novel/roman ini boleh dibaca oleh anak-anak yang usianya setaraf dengan SMA ke atas. Karena novel/roman ini menggunakan bahasa melayu, apabila anak usia 14 tahun ke bawah mereka belum mengerti betul tentang bahasa Melayu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar